Andai saja dulu..

Sebuah cerpen

G Sidharta
2 min readJun 1, 2017

“Lo kenapa di sini ?”

Bayu terbangun dari lamunannya. Di hadapannya berdiri seorang pria, dia terlihat biasa-biasa saja, seperti kebanyakan orang di tempat itu, semua terlihat biasa saja.

Pria itu melanjutkan pertanyannya, “Nama lo siapa ? Gue Riyan. Lo anak baru kan ? Lo nggak usah takut, ini tempat nggak seserem yang lo pikir kok, yah paling nggak, buat beberapa tahun belakangan ini.”

Riyan pun duduk di sebelah Bayu, dan menjulurkan tangannya untuk bersalaman, dan menawarkan sebatang rokok, yang disambut oleh Bayu, sambil memperkenalkan namanya.

“Saya Bayu, Bang. Saya disini.. Ya intinya gara-gara salah ngomong di internet.”

Riyan pun tertawa, dan menepuk pundak Bayu, “Wah mirip-mirip lah kita ! Gue juga gara-gara internet. 3 tahun, vonisnya. Bangsat. Tinggal 1 tahun lagi sih gue. Lo ?”

“18 bulan, Bang.”

“Kerjaan lo apa, sebelom ini ?”

Bayu menjawab pertanyaan tersebut, dan Riyan pun memberi tahu apa pekerjaannya dulu. Keduanya hanyalah pekerja kantoran biasa. Dan keduanya setuju bahwa mereka hanyalah korban dari zaman yang makin edan. Riyan pun menceritakan, bahwa sebagian besar penghuni tempat ini adalah orang-orang seperti mereka berdua; korban.

“Lo liat kan tuh, yang kurus tinggi itu ?” Ujar Riyan sambil menunjuk ke seseorang, “Dia katanya lulusan S2 di luar negeri, kerja di perusahaan gede lah, masuk sini gara-gara becandain pejabat. Hal sepele padahal, eh si beliaunya sewot. Dikejar sampe akhirnya masuk sini dia.”

“Iya, Bang. Di luar sekarang udah nggak jelas banget. Orang mau ngomong beda dikit, pada takut semua. Media juga gitu bahkan. Kalo beritanya miring dikit aja, langsung diboikot lah, didatengin kantornya. Lama-lama udah nggak ada lagi yang berani.” Cerita Bayu.

“Gue inget tuh pas itu. Gue masih di luar pas itu. Ya gimana, buat mereka, yang bukan bagian dari mereka, yang nggak sependapat, yang nggak sealiran, ya musuh. Nggak ada kubu netral.”

“Kacau ya bang. Gue nggak abis pikir sih kadang, kok bisa ya sampe begini, gue nggak nyangka lho, kirain ya bakal ilang sendiri mereka, kalo nggak ada yang gubris.”

Riyan pun tertawa. “Ya justru itu, karena didiemin aja, jadinya makin kemana-mana. Banyak juga kan yang akhirnya ikutan karena takut.” Riyan berhenti sejenak, sambil menghisap rokoknya, “Awalnya, mereka cuma digunain buat jadi senjata politik kelompok itu kan, eh ternyata mereka banyak banget, dan di pemerintahan pun juga banyak golongan mereka. Nggak heran lah kalo pemerintah akhirnya dikuasain sama mereka.”

“Mereka kayaknya udah menang, Bang.”

“Iya, mereka menang, soalnya kebanyakan orang-orang kayak kita, dulu pada diem aja.”

--

--

G Sidharta
G Sidharta

No responses yet